WartaBhineka, Batam(22/9/2024) – Sebanyak tiga karyawan PT Makmur Elok Graha (MEG) mengalami luka-luka akibat konflik dengan warga Rempang, Pulau Batam, Kepulauan Riau, Rabu (18/9/2024).
PT MEG menyebut pihaknya melakukan pembelaan diri karena diserang oleh puluhan warga. Direktur Utama PT MEG Nuraini Setiawati mengatakan ada sekitar puluhan warga yang mendatangi lahan yang diserahkan BP Batam terhadap PT MEG. Karyawan PT MEG lalu bertahan untuk mempertahankan lahan. “Akibat tindak kekerasan yang dilakukan warga menyebabkan pihak PT. MEG yang bernama Hardin mengalami luka dalam dan retak rahangnya, Afrizal mengalami luka di bawah mata yang menyebabkan penglihatan menjadi kabur, Franklin mengalami luka di kepala. Ketiganya kemudian dirawat di rumah sakit selama tiga hari,” kata Nuraini dalam keterangannya, Sabtu (21/9/2024).
Dari foto yang diterima, terdapat luka terbuka di kepala Franklin akibat benturan benda keras. Begitu juga Afrizal, matanya memar sampai terlihat luka menganga. Nuraini juga menjelaskan pihaknya diberikan mandat untuk melaksanakan pengembangan dan pegelolaan Kawasan Rempang.
PT MEG selaku pihak yang ditunjuk oleh Badan Pengusahaan Batam (BP Batam) dan Pemko Batam mengadakan pendekatan kepada warga, yang mana sebagian di antara warga bersedia menyerahkan lahan yang ditempati kepada PT MEG dan BP Batam. “Sebagian lahan yang telah diserahkan oleh warga tersebut kemudian atas permintaan BP Batam dijaga PT MEG yang kemudian diberdayakan PT MEG untuk ketahanan pangan dan juga untuk menarik minat dari warga setempat agar bersedia bercocok tanam selama lahan belum digunakan untuk proyek pengembangan Kawasan Rempang,” jelas Nuraini.
Pada Rabu (18/9/2024) sekitar pukul 11.00 WIB, ketika pihak PT MEG dan dua warga setempat yang sedang menjalankan program pemberdayaan yakni bercocok tanam tiba-tiba didatangi warga berjumlah sekitar 20 orang yang berasal dari Sembulang Camping di bawah pimpinan Bakir. Nuraini menjelaskan pihak itu meminta pihak PT MEG untuk meninggalkan lokasi. “Permintaan tersebut ditolak oleh pihak PT MEG karena menganggap warga yang menyuruh pergi bukan pihak yang berhak atas lahan,” kata dia.
Nuraini mengatakan warga terus datang memprovokasi dan mengusir pihak PT MEG. Situasi pun menjadi semakin memanas, sementara warga terus berdatangan hingga lebih dari 50 orang dan beberapa di antaranya mulai anarkistis dan membawa kayu. “Situasi yang terus memenas berujung dengan tindak kekerasan yang dilakukan warga terhadap pihak PT MEG. Dalam situasi yang demikian, karena sudah mengancam keselamatan diri, maka dengan terpaksa pihak PT MEG membela diri sehingga mengakibat warga yang melakukan tindak kekerasan terkena pukulan. Pembelaan diri tersebut hanya dilakukan terhadap warga yang melakukan tindak kekerasan,” jelas Nuraini.
Nuraini membaca ada seorang warga yakni Nek Awe alias Hawa yang menjadi korban dari konflik itu.
Nuraini menegaskan pihak PT MEG sama sekali tidak melakukan tindakan apa pun terhadap Nek Awe yang diketahui kemudian mengalami cedera.
Singkat cerita, tindak kekerasan oleh warga tersebut kemudian dapat dihentikan setelah Kapolsek Galang dan rombongan datang untuk mengamankan situasi. “Kapolsek kemudian memediasi warga dan pihak PT MEG, tetapi warga meminta agar lahan yang telah diserahkan penggarap sebelumnya kepada PT MEG untuk dikosongkan, jika tidak, akan bertindak anarkistis dan mengosongkan secara paksa,” jelas Nuraini.
Polisi sudah memeriksa beberapa orang terkait peristiwa bentrok ini, termasuk IN selaku pemilik lahan. Peristiwa ini bukanlah masalah penggusuran maupun pendataan. Ini murni kesalahpahaman warga dengan PT MEG terkait kepemilikan lahan
“Kita sangat menyayangkan yang beredar di media sosial banyak informasi yang salah. Kita juga minta kepada warga untuk terlebih dahulu menyaring segala informasi yang didapat, agar tidak terjadi kembali miskomunikasi,” Terang Iptu Alex Yasral selaku Kapolsek Galang dikutip dari Tribun Batam.
“Baik dari pihak warga maupun dari pihak PT MEG sama sama mengalami luka akibat kejadian itu,” ujar Kapolsek menambahkan.