Harga Gula Naik, Ukuran Produk Dikecilkan

wartaBHINEKA – Kenaikan harga gula yang naik karena kondisi iklim dan India sebagai negara penghasil gula dunia mengurangi produksi serta kuota ekspor. Untuk menyiasati kondisi itu, pengusaha makanan dan minuman menekan harga produksi dengan mengurangi ukuran produk.

Ketua Umum Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Seluruh Indonesia (GAPMMI) Adhi Lukman mengatakan, kenaikan harga gula berdampak pada pelaku industri makanan dan minuman.

Hanya saja, bagi industri besar yang mempunyai kontrak jangka panjang dengan produsen, diprediksi masih lebih aman.
“Namun, bagi pengusaha kecil yang tidak punya kontrak akan langsung terdampak harga pokok produksinya,” ujar Adhi, Senin (19/6/2023).

Akibat naiknya harga gula, beberapa industri akhirnya melakukan efisiensi agar ongkos produksi bisa dikurangi. Banyak industri melakukan inovasi bahan baku alternatif maupun mengubah kemasan.

Data Badan Pangan Dunia (FAO) menunjukkan, indeks harga gula rata-rata mencapai 157,6 poin pada Mei 2023, naik 5,5 persen dari bulan sebelumnya. Adapun kenaikan indeks harga gula tersebut terjadi dalam empat bulan berturut. Indeks harga gula bahkan naik 37,3 poin atau 30,9 persen dibandingkan Mei 2022.

Di tengah kenaikan harga gula, pengusaha makanan minuman mengaku lebih memilih mengurangi margin usaha daripada menaikkan harga jual, terutama di tengah tahun ini. Menurut Adhi, hal itu menjadi langkah strategis yang paling mungkin dipilih untuk menjaga daya beli masyarakat.

“Karena kenaikan harga juga butuh persiapan dan nego dengan retail dan distributor. Jadi, kebanyakan industri memilih untuk mengurangi margin daripada menaikkan harga di tengah tahun. Terpaksa juga mengurangi ukuran produk untuk menyesuaikan daya beli konsumen,” ujar Adhi.

Ia mengusulkan kepada pemerintah untuk membuat kebijakan strategis agar kenaikan harga gula dunia tak berimbas kepada daya beli masyarakat. Khusus untuk gula impor, Adhi mengusulkan pemerintah bisa memberikan kelonggaran pajak ataupun bea masuk.

“Kami usulkan sementara pemerintah BMDTP bea masuk ditanggung pemerintah. Agar industri tetap berdaya saing, daya beli dan inflasi terkendali,” ujar dia.

Direktur Jenderal Industri Agro Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Putu Juli Ardika mengungkapkan, kenaikan harga gula dunia disebabkan kondisi iklim yang terjadi di India saat ini. Gangguan iklim tersebut membuat ekspor gula India mengalami penurunan 50 persen, dari yang sebelumnya 12 juta ton menjadi 6 juta ton.
“Itu sudah memengaruhi pemenuhan kebutuhan dunianya. Di beberapa tempat juga seperti itu,” ujar Putut, akhir pekan lalu.

Putu mengungkapkan, harga gula dunia sedikit mengalami peningkatan harga, utamanya pada Juni. Tahun lalu, harga gula dunia sekitar 18 sen per pound, tapi saat ini harga gula global sudah menginjak angka 26 sen per pound.

Badan Pangan Nasional/National Food Agency (NFA) menyampaikan penurunan produksi gula di India dari 36,5 juta metrik ton ke 32,8 juta metrik ton menjadi salah satu penyebab harga gula di pasar internasional naik.

“Kami catat adanya potensi berkurangnya ekspor dari India berpengaruh besar terhadap harga gula,” kata Deputi Bidang Ketersediaan dan Stabilisasi Pangan Bapanas, I Gusti Ketut Astawa dalam Musyawarah Kerja Nasional Gabungan Produsen Gula Indonesia (Gapdgindo) di Jakarta Selatan, belum lama ini.

Ketut menyampaikan, penurunan produksi gula India akan berimplikasi pada potensi penurunan ekspor gula India dari 9 juta MT menjadi sekitar 6 juta MT. Kondisi ini yang kemudian mendorong harga gula internasional menjadi mahal, ditambah dampak dari perang antara Ukraina dan Rusia.

Dampak penurunan produksi minyak dunia, dia melanjutkan, juga menjadi faktor pendorong mahalnya harga gula. Hal tersebut karena Arab Saudi dan anggota OPEC+ lainnya mengumumkan pemotongan produksi minyak sekitar 1,6 juta barel per hari. Akibatnya, keuntungan produsen etanol meningkat sehingga hasil giling tebu di negara produsen seperti Brasil akan difokuskan untuk dialihkan menjadi etanol dibandingkan menjadi gula.

Selain itu, cuaca buruk dan ancaman badai El Nino yang melanda Asia bagian selatan turut dikhawatirkan akan memengaruhi hasil produksi penggilingan tebu di negara produsen. Kenaikan harga gula internasional turut berimbas pada harga gula nasional yang cenderung naik karena negara importir gula Indonesia berasal dari Thailand, India, dan Brasil.

“Ongkos impor naik seperti ongkos kontainer. Ada kenaikan biaya produksi petani seperti biaya budi daya dari benih, upah kerja, pupuk, sampai pestisida, serta ada kenaikan bunga modal kerja,” kata dia.

Pada 6 Juni, harga gula nasional mencapai Rp 14.506 per kg, naik 0,03 persen dibandingkan 5 Juni. Khusus Pulau Jawa, harga gula konsumsi sebesar Rp 13.822 per kg.

Ketut menyampaikan bahwa pemerintah bersama pihak terkait telah sepakat untuk menyesuaikan harga pokok penjualan (HPP) dan harga acuan penjualan (HAP) gula konsumsi agar harga gula lebih berpihak kepada petani dan mendorong petani untuk meningkatkan produksi.

HAP gula konsumsi tingkat petani naik naik 8,7 persen menjadi Rp 12.500 per kg dan di tingkat konsumen naik 7,41 persen menjadi Rp 14.500 per kg.

Kemudian, HAP gula konsumsi tingkat konsumen akan dibuat zonasi berdasarkan biaya distribusi antarwilayah dan berlaku untuk seluruh pasar, baik pasar tradisional maupun ritel modern.
.
.
(Sumber: Republika)

You May Also Like

More From Author