Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Willem Rampangilei mengatakan bencana hidrometeorologi mendominasi 92 persen bencana di Indonesia. “Yang paling banyak memakan korban jiwa adalah longsor,” kata Wilem setelah membuka Pertemuan Ilmiah Tahunan Riset Kebencanaan ke-4 tahun 2017 di Balairung Universitas Indonesia, Depok, Senin, 8 Mei 2017.
Setiap tahun Indonesia mengalami kerugian sampai Rp 30 triliun akibat bencana. Tahun lalu telah terjadi 2.384 bencana dengan total korban meninggal dunia 521 orang. Sedangkan pada 2017, empat bulan terhitung Januari hingga April, telah terjadi lebih dari 1.000 bencana dengan total korban jiwa 166 orang.
Jumlah bencana di Indonesia selalu meningkat setiap tahun. Pada 2015 terjadi 1.732 bencana. Artinya, jumlah ini naik 38 persen dari 2016. “Korban pun demikian (meningkat).”
Menurut Willem, bencana di Indonesia meningkat karena degradasi lingkungan. Bahkan ada 25,6 juta hektare lahan di sekitar daerah aliran sungai di Indonesia telah kritis.
Selain itu, pertumbuhan penduduk dan urbanisasi menambah perubahan dampak terhadap lingkungan. Akibatnya, tata ruang yang tadinya lokasi hijau berubah. “Bencana juga berdampak dari perubahan iklim,” ujarnya.
Willem menilai kemarau dan musim hujan dulu masih seimbang, yakni selama enam bulan masing-masing musim. Namun, karena perubahan iklim, yang tadinya musim penghujan selama enam bulan, sekarang menjadi empat bulan. “Sehingga hujannya deras dan ekstrem.” Sebab, air yang ditumpahkan tetap, tapi durasinya lebih singkat.
Ia mencontohkan Garut dan Bima yang hujannya ekstrem. Hujan ekstrem itu mengakibatkan banjir.