Pengelolaan Wisata Alam Distandardisasi

Jakarta, (wartaBHINEKA.com) – Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) meluncurkan Standar Nasional Indonesia (SNI) 8013:2014 tentang Pengelolaan Pariwisata Alam.

Standar tersebut dibentuk sebagai pedoman pengelolaan pariwisata alam secara berkelanjutan.

“Standar fasilitas publik menjadi sangat penting karena fasilitas publik adalah tempat ideal untuk mewujudkan pola konsumsi dan produksi berkelanjutan,” ujarnya Kepala Pusat Standar Lingkungan KLHK Noer Adi Wardojo, di acara Hari Konservasi Alam Nasional, di TN Baluran, Jawa Timur, dikutip dari Media Indonesia, Jumat (10/8/2017).

Noer Adi mengatakan saat ini telah diterbitkan standar pelayanan masyarakat (SPM) untuk beberapa aspek, antara lain pasar rakyat, pusat perbelanjaan, pariwisata alam, tempat ibadah, dan tempat rekreasi.

Dengan adanya SPM, diharapkan dapat tersedia fasilitas publik yang ramah lingkungan, serta informasi, edukasi, sarana, dan apresiasi, bagi masyarakat.

“Efisiensi energi, efisiensi air, efisiensi material/bahan, pengelolaan sampah, serta pemantauan dan evaluasi merupakan komponen penting penyusunan SPM fasilitas publik,” ucap Noer.

Sementara itu, sampai saat ini implementasi SNI masih bersifat sukarela.

Ke depan, akan diupayakan peraturan agar hal tersebut dapat menjadi kewajiban bagi pengelola kawasan konservasi yang memiliki lokasi wisata alam.

Tidak terkecuali bagi pemegang izin pengusahaan pariwisata alam (IPPA).

“Saat ini sedang disusun instrumen penilaian atau assesment, dan penyempurnaan SNI agar aplikatif di lapangan,” tambah Noer.

Standar tersebut disusun dengan memperhatikan kesepa-katan internasional terkait dengan pengembangan pariwisata alam, yaitu Deklarasi Quebec 2002, Convention on Biodiversity 1992 yang telah diratifikasi Indonesia dalam UU Nomor 5/1994, dan COP 11-Decisions Conventions on Biological Biodiversity.

Direktur Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem (KSDAE) Wiratno mengatakan dirinya berharap agar standar tersebut juga dapat dilengkapi dengan kegiatan-kegiatan yang aplikatif di lapangan.

“Keberadaan sarana toilet di lokasi wisata bagi kenyamanan pengunjung tidak dapat dianggap sepele dan perlu diperhatikan karena dapat menjadi sarana penyebaran bibit penyakit,” ucap Wiratno.

Sampah

Masalah sampah di taman nasional hingga saat ini belum terselesaikan. Kesadaran pengunjung, khususnya di wilayah pendakian gunung, untuk membawa pulang sampah dianggap masih rendah.

“Memang umumnya pengunjung belum paham akan pentingnya membawa kembali sampah,” paparnya Kepala Bagian Tata Usaha BKSDA Bali Ketut Catur Marbawa saat ditemui di Taman Nasional Baluran, Jatim, Kamis (9/8/2017).

Dikatakan Ketut, pada umumnya, pengunjung yang belum disiplin ialah pengunjung domestik.

Wisatawan mancanegara juga ada yang kurang disiplin.

Senada, Kepala Taman Nasional Bromo Tengger Semeru John Kenedie mengatakan upaya pembersihan gunung dari sampah terus dilakukan.

Sangat sulit memantau secara keseluruhan perilaku wisatawan selama mendaki. Keterbatasan tenaga SDM dan medan yang sangat luas menjadi hal utama.

You May Also Like

More From Author