WartaBHINEKA, Jakarta (7/11/2025) — Taman Baca dan Kebun Pangan (TBKP) “Pelangi” resmi diluncurkan di kawasan Pela Mampang, Jakarta Selatan. Inisiatif ini berawal dari proyek seni partisipatif yang digagas seniman asal Yogyakarta, Anang Saptoto, dalam rangkaian Indonesia Contemporary Art and Design (ICAD) ke-14 tahun 2024, dan berlanjut hingga ICAD ke-15 tahun 2025.
Proyek ini lahir dari semangat untuk membawa karya seni keluar dari ruang galeri dan berinteraksi langsung dengan masyarakat. Anang berkolaborasi dengan Amanda Ariawan, Diatyka Widya Permata Yasih, serta warga Pela Mampang, dan menggandeng mahasiswa dari Universitas Trisakti serta Institut Kesenian Jakarta (IKJ).
“Inisiatif utama kami adalah mewujudkan Pojok Baca di Kelurahan Pela Mampang yang terintegrasi dengan pengembangan kelompok masyarakat tani. Tujuan terpenting dari Pojok Baca ini adalah menimbulkan motivasi dan kepercayaan diri anak-anak untuk menjadikan kegiatan literasi sebagai sebuah kewajiban yang berulang dan berkelanjutan. Kolaborasi ini diperkuat dengan pengalaman Pak Anang (narasumber sebelumnya) sebagai motivator kelompok tani, serta inisiatif lokal kami sendiri yang telah membentuk Pokmas (Kelompok Masyarakat) yang mengelola Kebun dan Kolam Gizi (budidaya lele dan nila). “ Terang Teuku Aji Mahbrury selaku Lurah Mampang Pela
“Mengenai dukungan pangan, kami memiliki kolaborasi yang solid dengan Satuan Pelayanan Kelautan, Perikanan, dan Ketahanan Pangan (Satpel KKP) di tingkat Kecamatan, yang secara rutin memberikan pembinaan kepada warga, termasuk di RW-RW yang sudah memiliki program serupa seperti Taman Toga. Kami percaya kolaborasi ini dapat memperkuat dan menjadikan program ini lebih hebat lagi.” Imbuhnya
Pembangunan TBKP Pelangi dilakukan secara gotong royong di lahan seluas 2×10 meter, dengan dukungan Indorelawan.org dan Kelurahan Pela Mampang. Warga turut aktif berpartisipasi dalam pengumpulan dana, penanaman tanaman pangan seperti terong, cabai, dan pare, serta penyediaan buku bacaan anak.
“Proyek ini berawal dari undangan pameran ICAD ke-14, yang kemudian berevolusi menjadi gagasan untuk berkarya di luar galeri dan langsung di tengah masyarakat. Setelah berdialog dengan warga, kami memutuskan untuk mengembangkan Taman Baca dan Kebun Pangan di lahan kecil 2×10 meter. Prosesnya berjalan secara partisipatif selama setahun penuh, melibatkan warga, relawan dari IKJ dan Trisakti, serta dukungan Kelurahan. Kami memanfaatkan momen perhelatan ICAD ke-15 untuk meresmikan dan menyerahkan inisiatif ini kepada warga,” ujar Anang Saptoto.
Selain sebagai ruang baca, TBKP Pelangi juga berfungsi sebagai ruang interaksi warga, kegiatan literasi, dan edukasi lingkungan. Menurut Anang, taman baca seharusnya tidak hanya menjadi tempat menyimpan buku, tetapi juga ruang hidup yang relevan dengan kebutuhan masyarakat.
“Kami meyakini, buku akan dicari jika ada kebutuhannya. Kunci keberhasilan bukan pada jumlah buku, melainkan pada kegiatan yang bergulir di dalamnya—seperti diskusi kesehatan anak atau gizi. Filosofinya sederhana: menanam apa yang ditanam, dan menanam apa yang dimakan—menautkan literasi dengan kebutuhan pangan dan keberlanjutan hidup,” tambahnya.
TBKP “Pelangi” kini menjadi bagian dari koleksi permanen warga Pela Mampang, sekaligus simbol kolaborasi antara seniman, akademisi, relawan, dan masyarakat dalam memperjuangkan ruang publik yang inklusif, hijau, dan berkelanjutan di tengah padatnya kota.
