WartaBhineka, Batam (25/9/2025) – Pemerintah pusat menegaskan komitmennya untuk menjalankan program relokasi dan pembangunan di kawasan Rempang secara manusiawi, sukarela, dan berkeadilan.
Hal ini disampaikan langsung oleh Menteri Transmigrasi Republik Indonesia M. Iftitah Sulaiman Suryanagara saat menghadiri kegiatan penyerahan 45 sertifikat hak milik kepada warga Tanjung Banon, Rabu (25/9/2025).
Dalam sambutannya, Menteri menyampaikan permohonan maaf atas berbagai peristiwa di masa lalu yang menimbulkan luka bagi masyarakat. Ia menegaskan, di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto, praktik-praktik penggusuran, pemaksaan, maupun intimidasi terhadap masyarakat tidak boleh lagi terjadi.
“Kalau ada warga Rempang yang merasa diintimidasi ataupun dipaksa, bahkan difoto tanpa izin, segera laporkan ke Wali Kota atau Wakil Wali Kota. Kami sudah sepakat, di bawah pemerintahan Presiden Prabowo tidak ada lagi intimidasi maupun paksaan,” tegasnya.
Pihaknya juga menekankan pentingnya memberi perhatian kepada warga yang sudah berpindah atau bersiap pindah ke kawasan Tanjung Banon. Menurutnya, mereka bukan warga kelas dua, melainkan pionir pembangunan Rempang yang lebih maju.
“Bapak-Ibu yang sudah pindah dengan ikhlas dan menyerahkan asetnya untuk kepentingan pembangunan adalah pejuang. Pemerintah akan mengutamakan Bapak-Ibu sekalian agar tidak terpinggirkan dari pembangunan,” ujarnya.
Pemerintah juga memastikan program transmigrasi berjalan sesuai amanat undang-undang, yaitu berbasis sukarela. Langkah ini, kata Menteri, merupakan upaya untuk mengakhiri pola lama di mana rakyat kerap menjadi korban pembangunan.
Dalam kesempatan itu, Menteri Transmigrasi mengungkapkan bahwa program relokasi dan pembangunan di Rempang melibatkan sinergi banyak pihak. Di antaranya BP Batam, Pemerintah Kota Batam, Kementerian ATR/BPN, Kementerian PUPR, Kementerian Kelautan dan Perikanan, serta lembaga pendidikan tinggi melalui Dikti dan Saintec.
Kolaborasi ini ditujukan agar pembangunan tidak hanya berorientasi pada investasi, tetapi juga ramah lingkungan serta menjamin kesejahteraan masyarakat.
“Kami semua tidak rela rakyat yang sudah berkorban dibiarkan menderita. Rakyat harus menjadi tuan rumah di negerinya sendiri, dan harus mendapat manfaat dari investasi maupun pembangunan,” tegasnya.
Perbaikan Infrastruktur dan Hunian
Menteri juga menyoroti sejumlah persoalan yang terjadi pada tahap awal pembangunan, termasuk beberapa rumah warga yang rusak karena tergesa-gesa dibangun. Ia memastikan hal tersebut akan diperbaiki.
Pemerintah bahkan melibatkan TNI Angkatan Darat untuk membantu pembangunan secara swadaya. Rencananya, 200 unit rumah baru beserta pematangan lahan dan fasilitas pendidikan akan segera direalisasikan di Tanjung Banon.
Sebagai langkah konkret, Menteri Transmigrasi menyerahkan 45 sertifikat hak milik bagi warga Tanjung Banon. Penyerahan ini melanjutkan program sebelumnya, di mana pemerintah telah membagikan 168 sertifikat.
Menteri mengakui masih ada pekerjaan besar yang harus dituntaskan, yakni penyelesaian 129 ribu bidang tanah yang belum bersertifikat akibat penundaan berulang.
“Di era Presiden Prabowo, masalah lahan tidak boleh lagi dibiarkan menumpuk. Semua harus diselesaikan secara tuntas,” ujarnya.
Program Berdasarkan Kajian dan Dialog
Menteri menegaskan bahwa penetapan Tanjung Banon sebagai kawasan transmigrasi bukan keputusan mendadak. Rencana tersebut sudah digagas sejak Februari 2025, melalui kajian akademis, riset, serta dialog berkelanjutan dengan masyarakat.
Tujuannya, agar program transmigrasi benar-benar menjadi solusi bagi masyarakat dan bukan sekadar pelengkap dari proyek investasi.
“Sebelum ada investasi besar, masyarakat harus terlebih dahulu mendapatkan manfaat. Itu prinsip yang kami pegang,” pungkasnya.
Dengan pendekatan baru ini, tambahnya, pemerintah berharap pembangunan di Rempang berjalan harmonis, memberi kesejahteraan bagi masyarakat, dan tetap menjaga kelestarian lingkungan.