Oleh Heka Hertanto

(Koordinator Relawan Artha Graha Peduli Merapi, 2006 2010)

Lima belas tahun, bencana alam ini melanda Indonesia. dia tidak datang tiba-tiba. Alam mengirim sinyal kepada warga untuk waspada dan siaga. Gunung Merapi yang berada di perbatasan Provinsi Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta
mengalami erupsi dahsyat pada tahun 2010. Tidak bisa dibantah, posisi Indonesia dikenal karena aktivitas vulkanik dan gempa bumi yang tinggi karena terletak di Cincin Api Pasifik, wilayah pertemuan tiga lempeng tektonik besar: Lempeng Indo-Australia, Lempeng Eurasia, dan Lempeng Pasifik. Interaksi lempeng-lempeng ini menyebabkan akumulasi energi yang sering dilepaskan dalam bentuk gempa bumi, erupsi gunung berapi, dan potensi tsunami , yang membawa konsekuensi Indonesia menjadi daerah rawan bencana . Karena itu, sudah seharusnya menjadikan masyarakatnya lebih waspada , siap , siaga lebih sigap dan lebih tangguh dalam menghadapi bencana geologi seperti erupsi gunung api, gempa bumi, tsunami, dan gerakan tanah.


Erupsi Besar 2010

Kronologi erupsi Merapi 2010 diawali 20 September 2010 Status Gunung Merapi dinaikkan menjadi Waspada oleh BPPTK Yogyakarta.
21 Oktober 2010 Status ditingkatkan menjadi Siaga pukul 18.00 WIB
25 Oktober 2010 Status dinaikkan menjadi Awas pukul 06.00 WIB didasarkan pada peningkatan tajam data visual dan instrumental selama empat hari terakhir.
26 Oktober 2010 tercatat terjadi tiga erupsi besar masing‑masing sekitar pukul 17.02 , 18.15, dan 18.25 WIB, yang menghasilkan guguran awan panas dan material panas, bahkan disebut tidak terekam sempurna di seismogram karena terjadi overscale.Intensitas aktivitas meningkat tajam, dengan frekuensi guguran dari kurang dari 100 hingga lebih dari 180 kali per hari, dan deformasi kubah lava meningkat hingga 42 cm per hari, menandakan dorongan magma yang kuat menuju permukaan
Puncak erupsi terjadi pada 4–5 November 2010, dengan kolom abu mencapai ketinggian 16–18 km dan aliran piroklastik menjalar hingga 15 km dari puncak. Volume tefra diperkirakan melebihi 100 juta m³, 10 kali lebih besar dibanding erupsi dekade sebelumnya.
Sekitar 353–386 warga meninggal dunia termasuk juru kunci Gunung Merapi, Mbah Maridjan, dengan lebih dari 2.000 rumah hancur dan kerugian ekonomi mencapai Rp7,3 triliun. Erupsi ini dikategorikan memiliki Indeks Eksplosivitas Vulkanik (VEI) 4, sejajar dengan erupsi Gunung Kelud (2014) dan Gunung Sinabung (2013). Majalah Wired menempatkan erupsi Gunung Merapi sebagai salah satu erupsi terbesar di dunia pada 2010, menempati peringkat kedua setelah Eyjafjallajökull di Islandia. Status Gunung Merapi diturunkan pada 3 Desember 2010 yang menandai berakhirnya fase erupsi besar tersebut.

Gunung Merapi dengan ketinggian puncak 2.930 meter di atas permukaan laut (mdpl) per tahun 2010, merupakan gunung api teraktif di Indonesia di bagian tengah Pulau Jawa. Lereng Selatan Gunung Merapi berada di Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, sementara bagian lain masuk wilayah Provinsi Jawa Tengah meliputi Kabupaten Magelang di barat, Boyolali di utara dan timur, serta Klaten di tenggara. Kawasan hutan di sekitarnya ditetapkan sebagai Taman Nasional Gunung Merapi sejak 2004.

Sejarah dan Karakteristik

Sejarah geologis mencatat bahwa Gunung Merapi telah menunjukkan aktivitas vulkanik intens selama ribuan tahun, dengan siklus erupsi besar yang berulang secara periodik. Aktivitas ini berperan besar dalam membentuk bentang alam sekaligus memengaruhi kehidupan masyarakat di sekitarnya. Badan Geologi menyebut, Gunung Merapi adalah salah satu dari total 127 gunung api aktif di Indonesia yang harus diawasi karena termasuk gunung api yang paling aktif di dunia dan memerlukan pemantauan intensif mengingat aktivitas vulkaniknya sering terjadi, dengan erupsi yang berulang dalam siklus pendek dan menengah.
Erupsi gunung api di Indonesia mulai tercatat sejak abad ke-3 Masehi.
Di abad ke-15, ditemukan 17 catatan mengenai laporan aktivitas gunung api.

Periode Awal hingga Abad ke-19. Pertama 3000–250 tahun lalu, terjadi 33 erupsi Gunung Merapi , tujuh di antaranya berskala besar.. Kedua, tahun 1006, erupsi Gunung Merapi diduga menjadi salah satu erupsi terdahsyat yang menyebabkan runtuhnya Kerajaan Mataram Kuno dan perpindahan pusat pemerintahan ke Jawa Timur. Ketiga, “Merapi Baru” (abad ke-19): Ditandai oleh aktivitas intens dengan erupsi besar pada tahun 1768, 1822, 1849, dan 1872. Erupsi pada 1872 disebut sangat dahsyat, dengan luncuran awan panas mencapai 20 km dari puncak.

Erupsi Gunung Merapi pada abad ke-20 hingga kini yakni erupsi 1930–1931 yang menewaskan lebih dari 1.300 warga dan menghancurkan sejumlah desa di lereng barat daya. Awan panas meluncur hingga radius 12 km. kemudian, erupsi Gunung Merapi 1967–2006 yang aktivitas vulkanik meningkat, termasuk erupsi eksplosif 2006 yang menewaskan dua warga di bunker Kaliadem salah satunya relawan dari Artha Graha Peduli . kemudian, Erupsi pada 2010 menjadi peristiwa terbesar sejak tahun 1872 yang berdampak 353 warga syahid, merusak puluhan desa, dan memaksa lebih dari 350.000 warga mengungsi. Dan terakhir aktivitas 2021: Fase erupsi kembali terjadi pada 4 Januari 2021 dengan guguran awan panas dan material vulkanik ke arah barat daya, menandai keberlanjutan dinamika vulkanik Merapi.
Sampai saat ini Gunung Merapi berada pada Status Siaga (Level III) sejak ditetapkan 5 November 2020 oleh Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG) Yogyakarta .

Makna Sosial dan Pembelajaran
Erupsi Gunung Merapi tidak hanya menjadi bencana alam, tetapi juga pelajaran penting bagi kehidupan masyarakat di sekitarnya. Warga lereng Gunung Merapi memaknai keberadaan gunung ini sebagai sumber kehidupan sekaligus potensi bencana, yang harus dihadapi dengan sikap hormat dan kesiapsiagaan.

Konsep “Hidup Harmoni dengan Merapi” mencerminkan keseimbangan antara kearifan lokal, ilmu pengetahuan, dan teknologi dalam menghadapi ancaman alam. Upaya mitigasi berbasis masyarakat, sistem peringatan dini, serta pengelolaan kawasan rawan bencana menjadi bagian integral dari adaptasi terhadap siklus erupsi.


Refleksi 15 Tahun Erupsi Besar
Lima belas tahun erupsi Gunung Merapi tetap menjadi simbol kekuatan alam yang tak terelakkan. Peristiwa tersebut mengingatkan pentingnya pertama kesiapsiagaan dan edukasi kebencanaan di tingkat komunitas; kedua, perencanaan tata ruang berbasis mitigasi risiko, ketiga, kolaborasi antara pemerintah, ilmuwan, Masyarakat, dan media dalam penanggulangan bencana. Dengan kata lain butuh pentahelix dan terakhir, pemahaman bahwa erupsi gunung api merupakan bagian dari siklus alam yang tidak bisa dihentikan, melainkan harus diantisipasi dan dihadapi secara bijak.

Refleksi 15 tahun ini harus menjadi upaya semua pihak melakukan mitigasi dan edukasi kebencanaan geologi di masa mendatang guna meminimalisir adanya korban. Momentum penyadaran kolektif bagi para pihak penanggulangan bencana sekaligus ujian ketangguhan bencana bagi masyarakat yang menetap di kawasan rawan bencana. Erupsi Gunung Merapi menyisakan pembelajaran sejarah bagi para pelaku kejadian yang bisa dipetik yakni mengelola atau manajemen kebencanaan dengan melibatkan banyak pihak.

Upaya itu dilakukan melalui berbagai langkah, seperti pendidikan dan pembangunan kesadaran masyarakat dalam mitigasi bencana gunung api , penelitian, pemetaan potensi bahaya, dan tidak lanjut dengan pemantauan. Semua dilakukan untuk dapat memberikan peringatan dini sehingga seluruh pihak dapat melakukan kesiapsiagaan dan masyarakat dapat hidup selaras dengan gunung api .

Gunung Merapi akan terus menjadi bagian dari kehidupan masyarakat di sekitarnya sebagai penjaga kesuburan tanah sekaligus pengingat akan kekuatan alam yang harus dihormati. Mari kita tundukan kepala mengheningkan cipta sejenak untuk mengirim doa kepada warga dan relawan yang berpulang ke Rahmatullah pada erupsi Gunung Merapi 2010

You May Also Like

More From Author